Jun 24, 2013

Filsafat Komunikasi Habermas

Sumber: @philomaarif #habermas

Habermas adalah filsuf kontemporer yg mengubah arah filsafat, sekaligus cara berpikir, bertindak dan bermasyarakat. Dia filsuf Jerman kontemporer yang mengangkat bahasa dan intersubjektifitas di ranah filsafat.

Pra Habermas, filsafat cenderung subjektif. Pasca Habermas, intersubjektifitas dikemukakan. Dialog ditekankan, ketimbang monolog.

Habermas menekankan intersubjektifitas dialogis seiring dengan posisi manusia sebagai hewan sosial. Sejauh manusia selalu perlu pihak lain, manusia harus bersosial, lalu berpolitik, dan tentu saja beretika dalam interaksi tersebut. Dalam bersosial, berpolitik dan berpolitik, manusia perlu rasio. Rasio perlu bahasa. Di situlah, peran penting bahasa bagi manusia.

Bahasa berfungsi jika dikomunikasikan. Komunikasi bergerak menuju kesepakatan. Sementara kesepakatan selalu perlu liyan. Jadi, bahasa dan sosial selalu berdialektika.

Kalau bahasa dan komunikasi bertujuan pada kesepakatan, bagamaimana kesepakatan itu diraih? Habermas menjawabnya dengan konsep fungsi-fungsi bahasa dan diskursus

Ada tiga unsur dan fungsi bahasa versi Habermas yg terinspirasi oleh Buhler. Tiga unsur bahasa tersebut adalah pembicara, pendengar, dan objek. Fungsi bahasa pada pembicara adalah ekspresi. Fungsi bahasa pada pendengar adalah bujukan. Fungsi bahasa pada objek adalah kognisi.

Diskursus adalah sarana untuk mencapai konsensus (kesepakatan) dengan memenuhi syarat keabsahan yg terkait dengan fungsi bahasa tersebut. Suatu diskursus dianggap sah bila perkataannya benar dan tepat untuk audien, serta disampaikan oleh orang yang terpercaya.

Artinya diskursus menuju konsensus perlu kebenaran teoritis tentang objek pembicaraan yang disampaikan dari proses kognitif. Diskursus menuju konsensus juga perlu ketepatan pembicaraan untuk audien yg diformat dengan bujukan estetik. Dan diskursus menuju konsensus harus disampaikan oleh pembicara yg terpercaya secara etis dalam mengekspresikan pembicaraannya. Jadi, diskursus menuju konsensus perlu unsur teoritis, etis dan estetis sekaligus, yang disampaikan dengan kognisi, ekspresi dan persuasi.

Itu syarat internal bagi konsensus yang ada di diskursus. Adapun syarat eksternal konsensus adalah tersedianya ruang publik. Ruang publik adalah kawasan yang dapat diakses oleh semua orang dalam kesetaraan. Pendahulu habermas menganggapnya semacam mitos. Ruang publik, seperti parlemen dan media massa, pada prakteknya memang tak sungguh-sungguh publik, karena hanya diakses orang-orang tertentu. Kepemikan harta/pendidikan jadi salah satu syarat laten memasuki ruang publik, sehingga kepublikan 'ruang publik' dipertanyakan.

Jika pendahu Habermas cenderung pesimis pada keberadaan ruang publik, maka Habermas justru optimis: ruang publik harus diupayakan benar-benar ada. Sebab, ruang publik adalah ruang yang memungkinkan keseteraan semua orang dalam kehidupan sosial. Cara untuk menjaga ruang 'publik' tetap milik publik adalah dengan menggiatkan dialog intersubjektif yang kritis.

Kritik bisa menyasar pada sisi eksternal atau sisi internal objek yg dikritik. Dalam hal ini, Habermas lebih menekankan kritik internal (kritik imanen), yaitu tinjauan yg menelusup ke dalam objek kritikan dengan cara mengikuti alur argumentasinya lalu menunjukkan kekeliruannya.

Habermas menerapkan kritik imanen terhadap ideologi, yaitu sesuatu yg dipercaya secara umum. Karena itu kritiknya disebut kritik ideologi. Selain mengkritik ideologi dia juga mendorong dialog intersubjektif untuk menjaga ruang publik melalui pewedaran diskursus menuju konsensus sebagaimana dibahas tadi. Inti gagasannya dalam hal ini adalah anjuran untuk menjaga menjaga ruang publik tetap publik, dengan menyelenggarakan dialog intersubjektif yg kritis, demi hidup bersama dengan baik.

No comments:

Post a Comment